Berikut adalah materi tarbiyah dengan tema Enam Hak Sosial Seorang Muslim
mudah - mudahan kita dapat pencerahan dan ibrah dari pembahasan kali ini.
Tujuan Instruksional
1. Mengetahui, memahami dan menunaikan
kewajibannya.
2. Mengetahui, memahami dan meminta haknya
jika membutuhkannya.
3. Memiliki kesadaran untuk meminta
nasehat dari saudaranya seiman terutama dari saudara seusrahnya.
4. Menyadari bahwa manusia selalu
membutuhkan nasehat dari orang lain terutama dari kawan yang baik.
Tarkizul Madah
1. Kewajiban terhadap saudaranya yang
muslim
2. Hak-hak muslim atas suadaranya yang
muslim
3. Memahamkan bahwa mendengar nasehat
orang lain bukan hanya sebagai hak, tetapi menjadi kebutuhan.
4. Menanamkan kesadaran minta dinasehati
orang lain, jika ia merasa perlu nasehat.
Pokok-pokok materi
1. Huququl muslim alal-muslim.
2. Nasehat sebagai kebutuhan (QS. Al Ashr)
3. Ciri-ciri orang yang baik adalah
mendengar nasehat
Maraji’
Riyadhushshalihin,
Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, Taujihat Nabawiyah; M. Said Nuh, Al Mamarat.
Materi :
Rasulullah saw
menggambarkan hubungan sosial orang-orang beriman bagaikan sebuah bangunan yang
saling menguatkan. (Muttafaq alaih). Dalam kesempatan lain Rasulullah
menggambarkan kasih sayang, dan tenggang rasa sesama mu’min bagaikan satu
tubuh, yang jika ada salah satu bagian yang sakit maka sekujur tubuh akan ikut
bersimpati dengan panas dan berjaga (Muttafaq alaih).
Demikianlah Islam
membangun sebuah masyarakat. Mereka tidak diikat dengan kebangsaan dan hubungan
darah tetapi mereka diikat dengan aqidah. Berdasar aqidak yang bersih itulah
Islam membentuk pola hubungan kemasyarakatan yang memancarkan nilai-nilai
kemanusiaan, kasih sayang, dan tenggang rasa. Nilai-nilai itu tidak dibiarkan
tumbuh dalam improvisasi personal masing-masing individu anggota masyarakat,
akan tetapi Islam meletakkan batas pijakan hak dan kewajiban antar individu
dalam masyarakat itu. Sehingga tidak akan terjadi tuntutan hak yang berlebihan
dari satu fihak dan pengurangan hak di fihak lain. Rasulullah saw bersabda:
“Hak muslim atas muslim lainnya ada lima, yaitu: menjawab
salam, membesuk di waktu sakit, mengantarkan jenazahnya, memenuhi undangannya,
dan mendoakannya jika bersin (jika ia membaca alhamdulillah). Muttafa alaih.
Dalm riwayat lain Iman Muslim dari Abu Hurairah: Hak muslim itu ada enam,
yaitu: Jika bertemu berikan salam kepadanya, jika mengundang maka penuhilah,
jika meminta nasehat maka nasehatilah, jika bersin dan memuji Allah maka
doakanlah, jika sakit besoklah, dan jika mati antarkan jenazahnya”.
1.
Mengucapkan Salam
Salam yang berarti
damai adalah cermin kepribadian orang beriman. Ia mengenali dan memperkenalkan
dirinya kepada saudaranya seiman. Perkenalan adalah qadliyah basyariyah
(masalah kemanusiaan) sebelum qadliyah imaniyah (masalah keimanan)
. Firman Allah:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ
وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ
عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (الحجرات:13)
“Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa di antara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. 49:13)
Aktualisasi diri
pengenalan seseorang terhadap sesamanya dapat terjadi dalam bermacam-macam,
bahasa, bentuk dan warna. Dan dengan
berbagai macam perbedaan itu gaya itu membuat komunikasi antar bangsa yang
berbeda bahasa, suku, dan adat kebiasaan menjadi tersumbat.
Islam membuka
sumbatan itu dengan mengajarkan kalimat pembuka yang akan menyambung komunikasi
antara sesama manusia, dengan pendekatan ruhiyah. Dengan salam itulah jalinan
rasa antara sesama mu’min terbina. Komunikasi imaniyah adalah komunikasi
ruhiyah. Di situlah salam memerankan diri sebagai penyambung hati antara
orang-orang beriman. Sabda Nabi:
“… Dan kamu ucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan
yang belum kamu kenal”. (Muttafaq alaih).
Salam yang
diberikan seorang mukmin kepada saudaranya seiman adalah salam yang datangnya
dari Allah swt. Firman Allah:
... فَإِذَا دَخَلْتُمْ بُيُوتاً
فَسَلِّمُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُبَارَكَةً
طَيِّبَةً ... (النور:61)
“… Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah
(ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi
salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang
diberi berkat lagi baik…” QS. 24:61
Dalam semangat
salam itulah Islam menyusun barisan umat ini untuk menegakkan sebuah peradaban
mulia. Masyarakat yang merekatkan diri pada jalinan nilai yang memadukan hati,
bukan hanya kedekatan fisik semata. Rekatan imaniyah dalam bangunan sosial
inilah yang akan menjauhkan masyarakat itu dari faktor-faktor yang dapat
menimbulkan perpecahan, perselisihan, kelemahan, yang menjadi penyebab
kegagalan dan kekalahan. Firman Allah:
وَأَطِيعُوا
اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ
وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ (لأنفال:46)
“Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu
berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu
dan bersabarlah sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. QS. 8:46
Dengan kesatuan
dan kebersamaan umat ini akan dapat dengan mudah merealisasikan tujuan-tujuan
mulianya. Oleh karen itu awal pertemuan seorang mukmin dengan sesama mukmin
dibuka dengan ucapan salam. Rasulullah saw menjadikan salam ini sebagai salah
satu ciri orang beriman, dan sekaligur kunci masuk surga.
Demi Dzat yang diriku dalam genggaman-Nya, mereka tidak akan
masuk surga sehingga mereka beriman, dan mereka tidak beriman sehingga mereka
saling mencintai. Maukah kamu aku tunjukkan sesuatu yang jika kamu
mengerjakan-nya kamu saling mencitai? Sebarkan salam di kalanganmu”. HR. Muslim
Kalimat salam ini
lebih menegaskan bahwa agama mereka adalah agama damai dan aman, serta mereka
adalah penganut salam (perdamaian) dan pecinta damai.
Salam adalah alat
penghormatan internal antara kaum muslimin, termasuk kepada anak-anak yang
masih kecil. Anas ra bertemu dengan anak-anak kecil, lalu memberikan salam
kepada mereka, dan berkata: Bahwasannya Rasulullah melakukannya (Muttafaq
alaih). Kepada orang yang tidak seiman tidak diperbolehkan memberi salam Sabda
Nabi :
“Janganlah kamu memulai memberi salam kepada orang Yahudi
dan Nasrani. Lalu jika kamu berpapasan dengan salah satunya di jalan, maka
pepetlah ia samap ke jalan yang paling sempit”.
Rasulullah telah
mengajarakan cara memberi salam sesama
muslim:
“Hendaklah orang yang berkendaraan mengucapkan salam kepada
orang yang berjalan kaki, orang yang berjalan kaki kepada yang duduk, dan orang
yang sediki kepada orang yang banyak”. (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat Al Bukhari yang lain : “Orang yang lebih muda
mengucapkan salam kepada yang lebih tua”.
Dalam kesempatan
lain Rasulullah memotivasi kaum muslimin untuk memulai memberi salam, dengan
bersabda:
“Orang yang paling
mulia di sisi Allah, adalah yang memulai memberi salam”. (HR. Abu Dawud)
Dan seseorang tidak layak memulai
pembicaraan kepada sesamanya sebelum ia memberi salam kepadanya. Karena salam
adalah ungkapan rasa aman dan orang yang belum merasa aman akan sulit diajak
berkomunikasi. Rasulullah bersabda:
“Barang siapa mulai berbicara sebelum salam maka jangan
dijawab, sehingga ia memberi salam”. HR Ath Thabrani, dan Abu Nu’aim”.
Ada hal lain yang sering dikaitkan
dengan salam adalah bersalaman, dalam bahasa Arab disebut Mushafahah (berjabat
tangan). Berjabatan tangan lebih menunjukkan kedekatan, dan kemesraan hubungan.
Rasulullah saw bersabda:
“Jika dua orang mukmin lalu keduanya berjabatan tangan maka
Allah berikan kepadanya tujuh puluh ampunan, enam puluh sembilan untuk orang
yang paling baik kegembiraannya”. HR Hakim.
2.
Memenuhi Undangan
Undangan yang
diberikan seorang muslim kepada sesamanya menunjukkan penghormatan dan
perhatian yang besar kepada orang yang diundang. Dan kehadiran orang yang
diundang menjadi kebahgiaan besar bagi orang yang mengundang.
Islam sangat memperhatikan
masalah ini. Ikut berbahagia atas kebahagiaan saudara seimana dan ikut berduka
atas musibah yang menimpa saudara seiman menjadi ciri utama hubungan imaniyah,
yakni: saling memperhatikan, berbagi suka dan duka dengan sesama.
Dalam pandangan Islam
yang lebih rajih (kuat) , memenuhi undangan seorang muslim adalah wajib. Sabda
Nabi:
“Barang siapa diundang suatu walimah maka penuhilah. (HR.
Muslim) Dalam riwayat lain: Barang siapa
tidak memenuhi undangan tersebut maka ia telah durhaka kepada Allah dan
Rasul-Nya”.
Kewajiban memenuhi
undangan itu dengan syarat:
a. Undangan tidak
membedakan miskin dan kaya. Rasulullah bersabda:
“Seburuk-buruk makanan adalah makanan
walimah, tidak dihadiri orang yang menginginkannya (miskin) dan diundang orang
yang tidak menghendakinya (kaya)”. HR. Muslim.
b. Undangan ditujukan
kepada seseorang secara khusus. Maka jika undangan dibuka untuk umum, bagi
semua orang yang berminat, maka tidak wajib mengahdirinya.
c. Kehadirannya tidak
karena takut atas kezaliman orang yang mengundang, atau karena ingin
mendapatkan kedudukan, rekomendasi, dsb.
d. Kehadirannya tidak
membuat orang yang ada di sana mejadi terganggu.
e. Tidak ada
kemunkaran dalam undangan itu, seperti khamr, dsb.
f. Undangan pada hari
pertama. Jika seseorang mengadakan walimah tiga hari maka hari kedua dan ktiga,
tidak wajib dihadiri.
Ketika seseorang
menerima banyak undangan dalam waktu yang bersamaan, maka ia wajib mendatangi
undangan yang paling awal. Dan jika undangannya itu datang bersamaan, maka ia
hanya wajib menghadiri undangan orang yang paling dekat hubungan darahnya
(rahim), kemudian orang yang lebih dekat jarak rumahnya.
3.
Memberi Nasehat
Beriman dan
beramal shalih saja tidak cukup menjamin keberhasilan hidup manusia. Ada sisi
lain yang sangat berpengaruh bagi keberhasilan hidup seseorang adalah sikap
saling memberi nasehat dalam kebenaran dan saling memberi nasehat dalam
kesabaran (QS. Al Ashr). Ini artinya orang beriman yang baik adalah orang
yang pandai menerima nasehat sebagaimana
ia pandai memberi nasehat. Sabda Nabi:
“Agama adalah nasehat. Ada sahabat yang bertanya: Untuk
siapa? Jawab Nabi: Untuk Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, para pemimpin muslim, dan
Islam pada umumnya”. HR. Muslim.
Nasehat/masukan kepada sesama muslim wajib diberikan ketika:
a. Orang yang
bersangkutan meminta nasehat/masukan, tentang apa yang hendak dikerjakan. Sabda
Nabi:
“Jika salah seorang diantaramu meminta
nasehat kepada saudaranya, maka hendaklah ia memberikan nasehat kepadanya”. HR.
Al Bukhari
b. Ketika orang yang
bersangkutan melakukan kesalahan, maka saudara muslim yang lain wajib
memberikan nasehat dengan cara yang bijak.
Nasehat yang baik
akan mendorong orang lain untuk melakukan kebaikan. Nasehat yang tulus akan
berpengaruh dan membekas dalam hati seseorang.
Adab dalam memberikan
nsehat kepada saudara muslim adalah :
a. Pemberi nasehat
tidak merasa lebih baik daripada peminta nasehat.
b. Nasehat dilakukan
secara tertutup, tidak dengan terbuka di muka umum. Karena perbedaan antara
mencemooh dan menasehati adalah forum terbuka atau tertutup.
c. Pemberi nasehat
hendaklah berusaha mengamalkan apa yang ia nasehatkan. Sebab nasehat yang tidak
diamalkan oleh pemberi nsehat, bagaimana mungkin akan diterima peminta nasehat.
d. Nasehat diberikan
dengan ikhlas, tidak ada tendensi apapun kecuali karena Allah.
4.
Mendoakannya
ketika bersin
Bersin adalah sunnatullah
untuk membantu manusia mengeluarkan kotoran/penyakit yang ada pada dirinya.
Rasululah saw bersabda:
orang yang bersin mengucapkan “alhamdulillah”, dan orang yang mendengarnya mengucapkan “yarhamukallah” (semoga Allah
menyayangimu), dan yang bersin membalas: ”Yahdikumullah
wa ysuhlihu baalakum” (semoga Allah menunjukimu dan memperbaiki keadaanmu.
HR. Al Bukhari
Mendoakan orang
yang bersin merupakan wujud perhatian dan kasih sayang sesama muslim. Ketika
orang yang bersin membaca “alhamdulilllah” dengan serta merta orang yang
mendengarnya mendoakan “yarhamukallah”, sebuah kalimat simpati dan doa atas
kondisi saudara yang senantiasa memuji Allah dalam setiap keadaan khususnya
saat bersin. Maka mendoakan dengan rahmat Allah layak diberikan kepada
saudaranya yang telah memuji Allah. Dan saat mendapatkan doa dari sesamanya,
orang yang bersin itupun membalas dengan mendoakannya pula.
Saling mendoakan
sesama muslim ini menunjukkan jalinan tali persaudaraan yang erat, dan solid
umat Islam. Di sisi lain, suasana ini menunjukkan bahwa kehidupan muslim adalah
kehidupan yang dipenuhi dengan doa dan harapan baik.
Perhatian kepada
orang yang bersin tidak hanya dalam ungkapan doa saja, tetapi kesehatan orang
yang bersin itupun harus mendapatkan perhatian pula. Anas ra menceritakan:
“Rasulullah saw pernah mendoakan orang
yang bersin, lalu ketika orang itu bersin lagi Rasulullah tidak mendoakannya.
Ada sahabat yang bertanya: “ Ya Rasulallah, Sesungguhnya ia memuji Allah,
tetapi Engkau diam saja? Jawab Nabi: Orang yang bersin didoakan oleh sesama
muslim, jika ia bersin tiga kali, jika lebih dari itu, ia sedang menderita
sakit”. HR. Abu Dawud. Dalam riwayat
lain: Kepada orang yang bersin lebih dari tiga kali itu Nabi katakan: Kamu
sedang tidak enak badan (sakit)” HR. Muslim.
Orang yang bersin
diajarkan pula untuk merndahkan suaranya, dan menutupi mulutnya. Abu Hurairah
ra menceritakan:
Bahwa Rasulullah saw jika bersin, ia rendahkan suaranya dan
ia tutupi mulutnya dengan kain atau tangannya”. HR Abu Daud, dan At Tirmidzi.
Doa
“yarhamukallah” hanya ditujukan kepada sesama muslim, sedang kepada orang yang
tidak seiman, jika ia bersin dan membaca hamdalah, maka cukup didoakan dengan “
yahdikumullah” (semoga Allah menunjukimu),
bukan “yarhamukallah” (semoga Allah menyayangimu). Abu Al Asy’ari
menceritakan:
“Bahwa ada orang Yahudi yang bersin di hadapan Rasulullah
saw dengan harapan agar Rasulullah mendoakannya “yarhamukallah”, tetapi
Rasulullah mendoakannya dengan “Yahdikumullah”. Hr. Abu Daud dan At
Tirmidzi.
5.
Menjenguknya
ketika sakit
Orang yang sedang
sakit adalah orang yang sedang mengalami ujian. Hari-harinya menjadi panjang.
Keterbatasannya dalam melakukan aktifitas menempatkannya dalam kejenuhan. Dan
hilangnya selera membuat hidupnya tidak menggairahkan.
Orang yang sedang
sakti tidak hanya memerlukan obat-obat material dalam penyembuhannya, lebih
dari itu ia sangat membutuhkan obat-obat moril sebagai dukungan untuk
meringankan beban penderitaannya.
Kehadiran saudara
seiman berkunjung kepada orang yang sedang sakit merupakan obat ma’nawiyah yang
sangat berguna. Membuat orang yang sakit tidak lagi dalam keterasingan atau
kesendirian. Maka Islam menjadikan kunjungan kepada orang yang sakit ini menjadi salah satu kewajiban berukhuwwah
(bersaudara)
Abu Hurairah
meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya Allah berfirman pada hari kiamat: “Wahai bani
Adam, Aku sakit dan kamu tidak menjengukku”. Bani Adam berkata: “Wahai Rabbku,
bagaimana bisa aku menjenguk-Mu, sedang Engkau adalah Tuhan sekalian alam?
Allah menjawab: “Tidakkan kamu mengetahui bahwa seorang hamba-Ku –fulan- sakit
dan kamu tidak menjenguknya? Tidakkah kamu mengetahui bahwa andaikata kamu
menjenguknya, kamu mendapati-Ku di sisinya?” HR. Muslim.
Rasulullah saw
memotovasi umat Islam agar menjenguk orang sakit dengan menempatkannya di antara buah-buahan surga. Sabda
Rasulullah:
“Sesungguhnya seorang muslim apabila menjenguk saudaranya
sesama muslim, maka ia tetap berada di antara buah-buahan surga yang siap
dipetik, samapi akhirnya ia kembali”.
HR. Muslim.
Dalam membesuk
orang sakit, Islam mengajarkan beberapa doa yang dipanjatkan untuk mengharapkan
kesembuhan orang yang sakit. Misalnya:
a. La ba’sa Thahurun
Isyaallah,
b. Allahummasyfi
antasysyafi, la syifa’a illa syifa’uka, syifaa’an la yughadiru saqama.
c. Allahumma
Rabbinnas, adzhibil baas, dst.
Ketika seseorang
tidak dapat melaksanakan kewajiban ini sering kali berdalih bahwa ia tidak
mengetahui jika si fulan itu sakit. Ditambah lagi dalam akhlaq Islam diajarkan
bahwa, orang yang sakit tidak boleh mengadukan penyakitnya kepada sesama
manusia.
Sebelum penegakan
hak dan kewajiban ini, ada satu akhlaq Islam yang menjadi pengantar
penegakannya, yaitu tafaqqud (mencari berita orang yang tidak dijumpainya). Nabi
Sulaiman dalam pertemuan dengan seluruh rakyatnya, mempertanyakan ketidak
hadiran burung Hud-hud. Rasulullah saw ketika bertemu dengan para shabatnya
sering menanyakan keadaan sahabat yang tidak hadir, maksimal tiga hari. Jika
sakit ia kunjungi, jika pergi ia pesankan kepada keluarganya, jika ada di rumah
ia datangi.
6.
Mengiringi
Jenazahnya
Persaudaraan sejati tidak terbatas di
alam dunia ini saja. Tetapi ketika seseorang sudah menjadi mayit, persaudaraan
itu masih terus terjalin yang disimbolkan dengan mengurusnya, memandikan,
mengkafani mensolatkan dan mengantarkan jenazahnya ke peristirahatan
terakhirnya, menyaksikan saudaranya memasuki liang lahd. Iringan terakhir di
dunia dengan harapan agar bertemu kembali di surga nanti.
Mengantarkan
jenazah saudara muslim memberikan manfaat besar, antara lain:
a. Menunjukkan
penghormatan kepada mayit dan keluarganya.
b. Memberikan nasehat
kematian kepada pribadi pengantar (dzikrul maut).
Mak-hul
Ad Dimasyqi berkata:
“Ayo bergegaslah semua, karena kita semua akan segera
berangkat, kematian adalah nasehat yang baligh (dalam) atas kelalaian kita yang
sangat cepat”.
Ketika
Malik bin Dinar mengantarkan jenazah saudaranya, ia menangis dan berkata:
“Demi Allah, tidak akan berhenti mataku (berlinang air mata)
sehingga aku yakin ke mana aku akan pulang. Demi Allah, hal itu tidak aku
ketahui selama aku hidup di dunia ini”.
c. Mendapatkan pahala
besar. Sabda Nabi:
“Barang siapa yang mengantarkan
jenazah, maka ia mendapatkan pahala satu qirath, dan jika ia menunggu hingga
pemakamannya maka ia mendapatkan dua qirath. HR Al Bukhari dan Muslim. Dalam
riwayat lain : satu qirath adalah sebesar gunung Uhud”.
Abdullah
bin Umar ketika mendengar hadits ini, ia berkomentar:
Sesungguhnya
sampai sekarang kita telah banyak kehilangan beberapa qirath.
Wallahu a’lam.
0 comments:
Post a Comment