Berikut pembahasan tentang Bi'Tsah Nabi besar kita Muhammad SAW, semoga kita yang membaca ini bisa mengambil pelajaran dari siroh Rosulullah SAW dan semoga kita termasuk kedalam golongan yang mendapat syafaatnya. Aamiin
MULAI TURUN WAHYU, MASA JEDA DAN
KEMBALI TURUN
TAMHID (PENGANTAR)
Semula Nabi Muhammad saw tinggal di Makkah dengan tenang dan tenteram, ditemani
istrinya yang sangat cerdas dan penuh cinta, Khadijah binti Khuwailid ra. Ia
dikenal di tengah-tengah kaumnya sebagai orang yang shidq (benar) dan amanah
(terpercaya) dalam semua urusan, disertai dengan pengalaman dan kemahirannya
dalam bidang perniagaan.
Amanah dan shidiqnya Nabi Muhammad saw sangat terkenal, sehingga di Makkah
sehingga mereka memberikan gelar Ash Shadiq (orang yang benar) dan Al Amin
(yang terpercaya) berpadu dengan keistimewaannya lainnya mu lai dari
kecerdasan, piikiran yang lurus, pengelolaan masalah dengan indah. Dan kita
sudah membahas keindahannya dalam mendamaikan kaumnya dengan sangat istimewa
dalam masalah hajar aswad ketika merenovasi ka’bah.
KECENDERUNGAN MERENUNG DAN BERFIKIR
Nabi Muhammad saw adalah simbol
manusia sempurna, lewat keindahan akhlaqnya, lurus prilakunya, kebersihan
fitraahnya, keluasan pengalaman hidupnya, mulai berdagang ketika masih kecil,
berangkat ke Syam untuk berdagang dalam perjalanan musim dingin, yang dengan
safar dan dagang itu memberinya pengalaman tentang manusia, berperan serta
bersama mereka dalam kehidupan nyata, memperluas wawasan.
Semua pekerjaannya, perniagaannya, keluarganya tidak merubahnya dari perenungan
dan berfikir tentang kekuasaan langit dan bumi. Tidak merubahnya dari tabiatnya
yang lama terdiam, suka berkhalwah (menyendiri) dari kaumnya, sehingga ia lepas
dari kesibukannya. Apa yang dilakukan kaumnya yang menyembah berhala yang mereka
buat sendiri, tidak nyaman di matanya, dan tidak dapat diterima akalnya.
Hal ini terjadi tidak karena kekerdilan jiwa atau menghindari kehidupan sosial.
Ia terlibat aktif dalam hilful fudhul sebelum Islam. Demikian juga statusnya
sebagai pedagang tidak mungkin menyendiri dari kamunitas kaumnya. Akan tetapi
khalwah itu disebabkan oleh ketinggian jiwa, kemuliaan diri dari kehinaan
kaumnya yang terbiasa dengan tradisi nenek moyangnya, seperti menyembah
berhala, minum khamr, berjudi, berlebihan dalam kelalaian dan kenikmatan, makan
harta orang lain dengan batil.
Nabi Muhammad saw tidak termasuk dalam kelompok orang-orang yang disibukkah
oleh urusan hidupnya sehingga kehilangan perhatian dan pemikirannya, akan
tetapi orang yang senang berfikir tentang alam semesta, langit dan bumi, dan
yang ada di antara keduanya. Mencari rahasia alam semesta ini, Penciptanya,
tujuan keberadaan alam semesta dan manusia.
Dari itulah ia hidup sejak mudanya dengan perjalanan hidup yang bersih, catatan
kenangan yang indah. Tidak ada seorang pun yang dapat mencela akhlaqnya atau
popularitasnya. Nabi Muhammad saw tidak pernah terlibat dalam penyembahan
berhala bersama dengan kaumnya, tidak pernah sekalipun bersujud pada berhala.
KHALWAH DI GUA HIRA
Ketika Nabi Muhammad telah berusia empat
puluh tahun, ia mulai mengalami kejadian yang merubah total hidupnya,
sebagaimana perubahan sejarah menusia keseluruhannya.
Nabi Muhammad menyaksikan dalam jaganya apa yang ia lihat dalam mimpinya dengan
riil dan nyata. Ummul Mukminin Aisyah ra berkata:
Mula-mula yang Rasulullah saw alami
adalah mimpi yang baik ketika tidur, lalu tidak ada yang terlihat dalam
mimpinya itu kecuali datang seperti cerahnya pagi. (HR Al Bukhari dan Muslim)
Kemudian Rasulullah saw senang berkhalwah, menyendiri dan menjauhi khalayak
ramai, berdzikir mengingat Allah swt, merenungkan ayat-ayat dalam ciptaan-Nya.
Maka ia jadikan bulan Ramadhan sebelum masa kenabian sebagai waktu khusus untuk
beribadah, ia tahannuts beberapa malam di gua Hira, sebuah gua di sekitar
Makkah di atas bukit yang tinggi. Di sinilah diam panjang berlangsung, hati
dibersihkan dari seluruh kesibukan duniawi. Untuk khalwah ruhiyah ini
Rasulullah berbekal makanan dan air, berdiam di gua untuk berdzikir dan
berfikir. Fikirannya disibukkan oleh alam semesta yang demikian agung, berisi
ayat-ayat nyata. Dalam khalwah itulah Nabi Muhammad menemukan kejernihan
jiwanya, ketenangan hatinya, dan kebahagiaan ruhnya.
MULAI TURUN WAHYU DAN PENGANGKATAN
KENABIAN
Pada satu malam di malam-malam akhir Ramadhan tahun ketiga belas sebelum hijrah
(Februari 610 M) ketika Rasulullah berada di gua Hira, melakukan seperti yang
dilakukan setiap tahun, ia dikejutkan oleh Jibril alaihissalam, terjadi dialog
antara keduanya:
Jibril as : Bacalah!
Muhammad : Saya tidak bisa membaca (saya belum pernah belajar membaca dan
menulis).
Kemudian Jibril memeluknya dengan pelukan kuat, kemudian dilepaskan dan berkata
lagi : Bacalah!
Muhammad : Saya tidak bisa membaca
Kemudian Jibril memeluknya dengan pelukan kuat ke dadanya, lalu melepaskannya
dan berkata:
1. Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam ,(Maksudnya: Allah mengajar
manusia dengan perantaraan tulis baca.)
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Inilah ayat Al Qur’an pertama yang
turun di hati Nabi Muhammad saw. Turun pada bulan Ramadhan pada malam berkah
yaitu malam lailatul Qadar pertama yang Allah terangkan kedudukannya:
1. Sesungguhnya kami Telah
menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.
2. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?
3. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.
4. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin
Tuhannya untuk mengatur segala urusan.
5. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.
Al Qur’an mulai turun pertama kali
pada malam lailatul qadar. Jibril turun pada malam penuh berkah itu malam yang
terbebaskan dari seluruh kejahatan dan setan. Malam yang paling mulia bagi
manusia. Karena kejadian besar, yang menandai era baru dan mulai terpilihnya
Muhammad saw sebagai Nabi.
DAMPAK KETERKEJUTAN DALAM DIRI NABI
MUHAMMAD SAW
Malaikat Jibril as mengejutkan Nabi Muhammad saw ketika di gua hira saat
beribadah kepada Allah. Jibril membacakan awal surah Al Alaq, sebagian ayat
dari Kitabullah. Sesungguhnya dekapan Jibril dengan pelukan kuat itu, untuk
meyakinkan Nabi Muhammad saw, bahwa ia dalam keadaan jaga (melek) tidak dalam
keadaan tidur, kedua matanya tidak menipunya, hatinya tidak mendustakannya, dan
yang mengajaknya bicara adalah Malaikat yang mulia, bukan setan terkutuk.
Rasulullah saw mengalami demam karena kejadian dan peristiwa yang sangat
mengagetkan itu. Maka Rasulullah saw pulang ke rumahnya menemui istrinya
Khadijah dengan hati berdebar-debar, dan gemetar badannya karena kejadian yang
baru saja dialami. Ia ceritakan peristiwa itu kepada istrinya, dan memintanya
untuk menyelimutinya:
KEBERADAAN KHADIJAH RA DI SISI NABI
MUHAMMAD SAW
Isteri shalihah itu segera menyelimuti suaminya yang mulia itu agar dapat
beristirahat dengan tenang. Maka ketika Nabi sudah bangun dari tidurnya itu, ia
sampaikan peristiwa di gua Hira itu kepadanya dan berkata:
“Sesungguhnya aku sangat takut pada
diriku sendiri”
Ia takut jika peristiwa ini adalah permainan setan, atau keburukan yang akan
dialaminya nanti.
Akan tetapi jauh sekali kemungkinan bagi Allah Yang Maha Pemurah menghinakan
seorang yang mulia akhlaqnya, harum jejaknya. Karena keindahan akhlaq dan sikap
yang disaksikan oleh Khadijah ra, maka ia mengatakan dengan jujur penuh rasa
dan logika, kekaguman akan pribadinya yang mulia:
Tidak demikian! Demi Allah, Allah
tidak akan pernah menghinakanmu selama-lamanya. Sesungguhnya engkaulah orang
yang menyambung silaturahim, benar dalam bertutur kata, mampu memikul beban
berat, membantu orang yang tidak berada, memuliakan tamu dan membantu pencari
kebenaran.
DI DEPAN WARAQAH BIN NAUFAL
Kalimat Khadijah ra memasukkan ketenangan, kedamaian dan harapan ke dalam hati
Rasulullah saw. Khadijah ra ingin semakin menenangkan suaminya yang agung itu,
lalu membawanya ke rumah Waraqah bin Naufal –anak pamannya- seorang nasrani di
masa jahiliyah, memiliki ilmu tentang agama-agama lama. Ia meminta kepada
Waraqah agar menyampaikan sesuatu kepada Muhammad saw.
Maka ketika Nabi Muhammad menceritakan apa yang dialaminya di gua Hira, Waraqah
berkata:
Itulah malaikat yang pernah datang
kepada, maksudnya adalah Jibril as yang Allah tugaskan untuk menyampaikan
risalah dan kitab-Nya kepada para nabi dan rasul. Waraqah berkhayal jika
seandainya ia masih muda agar dapat membela Nabi yang mulia ini, dan
melindunginya ketika kaumnya memusuhinya, mengusirnya dari negerinya. Nabi Muhammad
saw terheran dengan penjelasan Waraqah ini dan bertanya: Apakah mereka akan
mengusirku? Maka Waraqah menegaskan: Bahwa ini adalah keadaan para rasul yang
datang seperti yang ada pada Nabi Muhammad. Sesungguhnya musuh para rasul itu
adalah al mutrafin (orang-orang kaya) para pelaku kejahatan. Mereka tidak akan
membiarkan para rasul menyerukan agama Allah dengan damai dan aman.
Dengan pertemuan ini maka
sempurnalah sikap Khadijah yang mulia itu. Rasulullah merasa tenang dan optimis
dengan apa yang telah Allah berikan kepadanya. Karunia besar dan pilihan
langsung dari-Nya. Satu kabar gembira tentang kenabian.
JEDA WAKTU TIDAK TURUN WAHYU, LALU
KEMBALI TURUN
Setelah itu tidak lagi turun wahyu, Jibril tidak pula datang menemui. Nabi
Muhammad saw beberapa waktu tidak pergi ke gua Hira, karena ia beribadah bukan
untuk menjadi nabi atau menunggu kedatangannya. Tidak juga untuk mempersiapkan
dirinya menerima risalah. Tidak pernah terbayangkan dalam dirinya bahwa ia akan
menjadi Nabi.
Kemudian ia berkhalwat untuk dzikir dan berfikir tentang ciptaan Allah. Ia
habiskan beberapa malam, dengan mempersiapkan sekantung kurma dan air
sebagaimana biasa. Ia berada di gua hira.
Ketika ia berjalan menuju Makkah ia mendengar suara memanggil: Ya Muhammad! Ia
menoleh di sekelilingnya, kiri dan kanan, tidak melihat seorang pun. Menoleh ke
belakang tidak ada juga seorang pun. Lalu ia meneruskan perjalanannya. Suara
itu terdengar kembali: Ya Muhammad! Ia angkat pandangannya ke langit, dan
melihat wajah yang pernah ia lihat pertama kali di gua Hira, turun dari langit,
dalam bentuk asli malaikat, yang kedua sayap besarnya menutup cakrawala,
kemudian mendekatinya, sehingga sejauh dua busur dari Nabi atau lebih dekat
lagi, dan menyerukan: Ya Muhammad, saya Jibril, dan sesungguhnya engkau adalah
Rasulullah (utusan Allah).
Kemudian menyampaikan firman Allah kepadanya:
1. Hai orang yang berkemul
(berselimut),
2. Bangunlah, lalu berilah peringatan!
3. Dan Tuhanmu agungkanlah!
4. Dan pakaianmu bersihkanlah,
5. Dan perbuatan dosa tinggalkanlah,
6. Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih
banyak.
7. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah. QS. Al Mudatstsir: 1-7
TUGAS BERTABLIGH
Dengan beberapa ayat dari surah Al Mudatstsir ini jelaslah makna firman Allah
kepada rasul-Nya: Wahai orang yang masih tertidur, yang tertutup selimut!
Bangunlah ini, peringatkanlah penduduk Makkah, peringatkanlah mereka akan Azab
Allah, jika mereka tidak berserah diri (Islam). Dan kamu wajib mengagungkan
Pelindungmu, Penguasamu, dan Yang memperbaiki urusanmu. Bertakbir
membesarkannya, sehingga engkau selalu mengakui kebesaran dan keagungan-Nya.
Dia Maha Besar dari para sekutu. Hendaklah kamu bersihkan pakaianmu, menjaganya
dari najis. Demikian juga membersihkan jiwa dari dosa. Tinggalkanlah berhala
dan patung, jangan menyembahnya, karena ia adalah penyebab adzab. Jika kamu
melakukan tugas dawah dan peran kenabian maka jangan sekali-kali merasa berat
dan menganggap dirimu melakukan banyak hal bagi Tuhanmu. Jika kamu melakukan amal
kebaikan, atau menolong seseorang maka carilah ridha Allah saja. Sadarilah
bahwa engkau telah membawa urusan yang besar. Engkau akan diperangi oleh bangsa
Arab dan yang bukan Arab karenanya. Maka bersabarlah karena Allah.
Demikianlah Nabi Muhammad saw berkewajiban memperingatkan dan menyampaikan.
Disamping perang kenabian ia juga mendapatkan peran kerasulan dari Allah bagi
manusia.
Setelah itu wahyu turun dari waktu ke waktu tanpa ada jeda dan putus di waktu
yang lama. Dan Rasulullah saw mulai berda’wah.
PELAJARAN YANG DAPAT DIAMBIL
- Merenungkan ayat dan ciptaan Allah adalah sarana
penting yang mengantarkan manusia mengenal Allah swt dan mengesakan-Nya
- Setiap muslim berkewajiban menyediakan waktu harian
atau pekanan untuk berkhalwat dengan Rabbnya, mengevaluasi dirinya, merasa
dalam pengawasan Rabbnya, memikirkan ciptaan dan ayat-Nya, melepaskan diri
dari material dunia dan kesenangannya. Sebagaimana ibadah yang jauh dari
mata kebanyakan orang adalah sarana penting untuk ikhlas, dan membersihkan
diri dari noda, mengembalikan kebersihan dan kesuciannya.
- Banyak memikirkan ayat dan nikmat Allah akan melahirkan
rasa cinta dan mengagungkan Allah, memperkecil material dunia di matanya,
khususnya jika dzikr itu disertai dengan membaca kitab-Nya.
- Menjauhkan diri dari tempat yang tidak baik adalah
salah satu bentuk dan salah satu level pengingkaran. Sehingga Rasulullah
saw meninggalkan segala macam bentuk kesesatan yang ada di tengah-tengah
kaumnya, dan berkhalwat dengan Rabbnya jauh dari kaumnya.
- Para kader da’wah harus bisa melakukan rihlah darat,
laut atau kebun, untuk menjauhkan diri sesaat dari material duniawi,
menemukan hakikat hidupnya dan merenungkan ayat-ayat Allah dan karunia
nikmat di sana.
- Khalwah Rasulullah saw tidak boleh dipahami sebagai
uzlah (penyendirian) dari kehidupan dunia, umat manusia seperti anggapan
sebagian orang, atau yang dilakukan sebagian orang yang menamakan dirinya
tasawwuf. Rasulullah adalah orang yang berada bersama dengan kaumnya dalam
semua kegiatan positi dan berguna. Jika tidak karena itu kaumnya tidak
akan menyetujuinya dalam peletakan hajar aswad, akan tetapi khalwah Nabi
adalah salah satu bentuk pembaharuan hidup dan perenungan makhluk Allah,
evaluasi diri dan berkhalwat dengan Rabbnya.
- Kenabian tidak bisa diperoleh dengan usaha, seperti
yang dipahami sebagian orang, jika ia melakukan sesuatu ia akan sampai
pada apa yang telah dicapai oleh Rasulullah saw. Akan tetapi kenabian dan
kerasulan adalah pilihan langsung dari Allah. Firman Allah: “Allah memilih
utusan-utusan-(Nya) dari malaikat dan dari manusia; Sesungguhnya Allah
Maha mendengar lagi Maha Melihat.” QS. AL Hajj: 75
- Baca tulis berperan besar dalam agama ini, sehingga
wahyu pertama yang turun berkaitan dengan hal ini.
- Bentuk dan cara yang ditampilkan Malaikat Jibril kepada
Rasulullah saw menutup jalan bagi para pembual yang mengatakan: Bahwa
sesungguhnya wahyu adalah jenis kebersihan jiwa. Lalu apa artinya malaikat
itu datang dengan bentuk seperti ini, dan kenapa ia mendekap Rasulullah saw
tiga kali, padahal sangat mungkin kedatangan pertama itu dalam bentuk yang
paling mudah, atau pada waktu tidur misalnya?
- Firasat seorang wanita shalihah, ungkapan Khadijah ra
kepada Rasulullah saw ketika merasa ketakutan atas dirinya: “Jangan
demikian, Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu kapanpun saja”. Lalu
menyebutkan sifat-sifat dan prilaku mulianya. Dan orang yang memiliki
sifat serta prilaku seperti ini maka Allah pasti akan bersamanya,
menolong, membantu dan melindunginya, tidak akan menghinakannya.
Demikianlah seharusnya setiap wanita shalihah bersikap bersama dengan
suaminya. Menguatkan semangatnya, menopangnya menegakkan tugas dakwah,
tidak pernah menjadi hambatan penegakan risalah
- Urgensi bertanya kepada orang yang ahli, meruju’
kepadanya. Khadijah dengan segera membawa Rasulullah saw ke Waraqah bin
Naufal, orang yang dianggap mengetahui agama-agama terdahulu, sehingga
masalahnya menjadi jelas. Dan ia memberikan kabar gembira bahwa dia adalah
nabi bagi umat ini, dan yang mendatanginya di gua Hira adalah malaikat
yang datang dari Allah, bukan jin.
- Sesungguhnya sunnatullah dalam da;wah ini adalah satu,
seperti yang disampaikan oleh Waraqah kepada Rasulullah saw, bahwa kaumnya
akan memusuhinya, menyakitinya, dan bahkan mengusir dari negerinya. Dan
inilah kondisi para rasul.
- Risalah dan tabligh (menyampaikan) adalah beban berat,
sehingga harus dipikul oleh orang kuat. Dari itulah Allah swt
mempersiapkan Rasul-Nya dengan qiyamullail, seperti yang ada dalam surah
Al Muzzammil: “Hai orang yang berselimut (Muhammad),Bangunlah (untuk
sembahyang) di malam hari , kecuali sedikit (daripadanya),(yaitu)
seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. Atau lebih dari
seperdua itu. dan Bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan.Lalu
menerangkan alasan hal ini: Sesungguhnya kami akan menurunkan kapadamu
perkataan yang berat.”
- Maka para kader harus memperhatikan bekal ruhiyah,
dengan qiyamullail, dzikrullah, tilawah Al Qur’an, dll. Inilah bekal
terbaik untuk memikul amanah, melaksanakan tugas da’wah, bukan dengan
istirahat, santai dan tidur